Selasa, 04 September 2012



RIAN


Sejak pertama ku melihat mu
Serta menatap wajahmu dan
Berbicara pada mu
Hati ini terasa berbeda dari sebelumnya
Entah apa yang membuat aku seperti ini
Mungkinkah aku jatuh cinta dengannya????

            Beberapa baris ku ungkapkan isi hati ku untuknya. Sejak kecil aku mengenal dirimu, bermain bersama, canda tawa, susah, bahagia semuanya kita lalui bersama. Dia Rian sahabat kecil ku. Sudah beberapa bulan aku tak bertemu dengannya , aku rindu melihat senyuman serta tawanya.
            Burung – burung berterbangan, semilir angin menemaniku sore ini ku duduk di halaman rumah seketika mataku melirik ke lapangan yang berada di depan rumah, Rian dan teman – temannya sedang bermain bola basket, senang melihat Rian walau dari kejauhan, tanpa ku sadari ada seseorang yang berada di belakangku,
“dooooooorrrrrrrrr” kakak ku Novi
“kenapa melamun?” tanyanya kepada ku
“aku sedang melihat Rian bermain bola basket, sudah lama aku tak bicara dengan Rian sms aku ngga walaupun hanya menanyai kabar” jawab ku dengan wajah bersedih.
“sabar mungkin Rian lagi sibuk dengan kuliahnya” kakak mencoba menenangkan aku.

***
            Kaki ini terus melangkah, entah di mana akan berhenti, terang nya awan berwarna biru cerah. Mata ku melihat ke arah selatan terlihat pepohonan hijau lebat yang mengelilingi sisi lapangan, ‘ya!! Di sini, di lapangan ini tempat aku bermain dahulu bersama Rian’ gumamku. Kini hanya tinggal kenangan yang tak mampu ku lupakan, semakin ku melupakan semuanya, semakin nyata kenangan itu di pikiran ku. Ada apa dengan dia hingga sikapnya berbeda dengan ku? Apa yang salah dari ku? Berulang ku ucapkan perkataan yang sama di atas tanah yang berlapis semen abu – abu hingga setetes demi setetes air mata ku tumpah ruah tak sanggup untuk ku bendung lagi. ‘perasaan apa yang ada di hati ku? Mengapa aku merasa kehilangan sosok Rian yang ku kenal dulu, ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh’ aku berteriak mengeluarkan semua kekesalan ku selama ini.
            Ku berjalan menemui tempat kenangan yang lain, tempat yang tidak seharusnya aku kunjungi hanya membuat aku kembali menangis dan bersedih mengingat semuanya, tapi ya seperti yang ku katakan semakin ku melupakannya semakin nyata kenangan itu di pikiran ku. Tak jauh sekitar tiga puluh meter dari tempat aku berdiri, ada sebuah pohon besar diatas nya ada rumah kecil yang terbuat dari kayu – kayu. Rumah pohon, sebutan yang sering aku ucapkan dengan Rian. Ku mencoba menaiki pohon itu, tak ada yang berubah dari tempat ini, foto – foto ku bersama Rian masih tertempel di dinding yang kayunya mulai rapuh karna sudah lama tak pernah ku rawat kembali, tulisan yang pernah ku buat di batang pohon tertutupi lumut hijau yang licin ku patahkan sedikit ranting untuk menghilang kan lumut – lumut yang bersarang di antara tulisan. Rian dan Rina. Itu yang aku tulis. Waktu semakin sore matahari yang berterik panas menyorot bumi kini berubah menjadi gelap, tampak sinar terang yang muncul malu - malu dari sela – sela awan yang di kelilingi sinar terang yang lain.
            Sudah terlalu lama aku menghabiskan waktu di luar, cacing – cacing di perut ku bernyanyi kencang, mata ku melirik ke arah kanan terdapat warung yang sering ku kunjungi bersama Rian sehabis main basket.
“bu, es teh manis satu sama mie goreng pake telor satu” menu makanan yang selalu ku pesan
“nak Rina!! sudah lama sekali tidak berkunjung ke sini, Rian kemana?biasanya kalian ke sini berdua” ujar Bu lilis penjaga warung
Aku terdiam saat ibu penjaga warung menanyakan Rian
“Rin…Rina” bu Lilis menyadarkan ku dari lamunan dengan suara yang agak keras
“ah!!! Aku sudah lama tak bermain dengan Rian bu”lanjut ku
Mie goreng yang ku pesan sepuluh menit yang lalu, masih mengepul. Ku duduk di sebelah kanan jendela, angin dingin menyelimuti tulang – tulang rusuk, nyanyian binatang menghibur ku malam ini, lampu setengah terang, cahaya dari awan.
“bu, berapa semuanya?” Tanya ku kepada si penjaga warung yang sedang asyik membereskan piring dan gelas – gelas kotor.
“tadi apa aja ya Rin?”
“es teh manis satu sama mie goreng satu bu” ku ulangi menu makanan yang ku pesan
“semua nya enam ribu rupiah”
Ku merogoh kantong celana mencari selembar uang lima ribu dan selembar uang seribu.
“ini uang nya bu, terima kasih ya” lanjut ku sambil menyodorkan uang nya.
“ ya!! Sama – sama” jawab si penjaga warung sambil mengangkat gelas dan piring bekas ku tadi.
            Bola mata nya yang besar, alis tebalnya, hidung yang agak mancung, badan yang melebihi tinggi ku, warna kulit seperti buah sawo matang, itulah Rian. Bayangannya mengacaukan dunia ku, sebagian wanita mengingin kan sosok lelaki seperti nya. ‘aku mencintai nya tapi tak berharap lebih darinya’ gumamku sambil menendang kerikil – kerikil kecil yang berceceran di sepanjang jalan. Dia yang membuat hati ku tak menentu, kegelisahan, kebimbangan, keraguan, kekacauan, persetan dengan semunya. ‘cih!!! Aku di buat keblingsatan dengan cinta, menginginkan tapi tak di ingin kan, merindukan tapi tak di rindukan’ ujar ku dengan wajah yang mulai cape dan penuh rasa bimbang.
            Bangku biru yang terletak di antara rerumput hijau, di temani warna – warni bunga cantik, lampu hias yang menerangi malam ini. Di bangku ini tempat ku dan Rian berbincang, kalimat demi kalimat yang di utarakannya, mata yang menyorot tajam menatap mata ku, semua terlihat begitu cepat sangat cepat ku rasakan. Jiwa ini, hati ini, raga ini, tulang – tulang yang mempertemukan tulang yang lainnya perlahan menjauh dari pemiliknya.
“Na, kalau sudah besar nanti mau jadi apa?”
“aku ingin menjadi dokter, supaya bisa menolong orang banyak” jawab ku
“kalau aku ingin menjadi polisi, supaya bisa tangkap para penjahat dan koruptor”lanjut Rian. Aku tersenyum mengingat perbincangan itu, di bangku ini tempat aku bermain dokter – dokteran dan polisi – polisian dengan Rian, Rian menjadi pasien ku dan aku menjadi penjahat.     
***
            Suara burung menemaniku pagi ini, ku buka jendela kamar yang berhias kordeng biru, suara motor memalingkan pandangan ku untuk melihat ke arahnya ternyata Rian yang ingin mengantar Wati adik perempuannya ke sekolah dan kebetulan Rumah ku dan Rian hanya beda satu rumah. Jam sudah menunjukkan pukul 07.00 bergegas aku mengambil handuk lalu mandi, bersiap pergi kuliah. Dari kampus ke rumah ku lumayan jauh, tiga kali naik bus maklum sampai saat ini aku masih dilarang membawa sepeda motor sendiri. Untung nya bus yang aku tumpangi belum padat orang nya, bisa memilih tempat duduk yang aku ingin kan.
“permisi” seorang lelaki menggeser ku dari tempat duduk
Angin pagi yang menyejukkan, bangku yang aku duduki ada sebuah jendelanya, karna tidak semua bangku ada jendelanya.
“Rina!!” ujar lelaki di sebelah ku
“Desta, lo ada jam kuliah pagi juga?”lanjut ku
“ia ada!! mata kuliah nya pak Rudi. Lo?”Tanya Desta sambil merogoh kantong celana nya mengambil uang lima ribu rupiah untuk membayar transportasi.
“gue mata kuliah nya bu Arinto.” Jawab ku
“ngga bareng sama Rian? Rumah lo kan sebelahan sama dia!!?”
‘Kenapa sih semua nya nanya kenapa aku ngga bareng Rian? Emang ada yang salah kalau aku ngga bareng Rian lagi?’ gumam ku dengan perasaan kesal
“Rin…Rina!!!” bentak Desta menyadarkan ku dari lamunan
“gue udah jarang ketemu Rian, lagi pula emang aneh ya kalau gue ngga selalu sama Rian?” jawab ku dengan raut wajah kesal.
Seketika suasana sepi, hanya nyanyian pengamen yang terdengar.
            Pohon hijau yang mulai rindang, mobil – mobil mewah yang berlintas di mana – mana membuat padat jalan tol ini, jalan yang sempit di lewati ratusan mobil yang isi nya hanya satu sampai dua orang saja. Jika di bayang kan mobil yang hanya bermuat satu sampai dua orang dikalikan ratusan mobil mewah, berlipat ganda polusi yang semakin membeludak. Ditambah lagi ketika mobil bersirene lewat mendampingi mobil – mobil sedan hitam yang lainnya, semua bus umum dan mobil pribadi di hentikan, di dahulukan mobil bersirene dan mobil sedan hitam. ‘fyuh…tak adil buat rakyat kecil harus seperti ini’gumam ku sambil mengelap keringat yang berkali – kali menetes. Kaki ku tak dapat berdiam, gelisah yang ku rasa kan karna jam sudah menunjukkan pukul 11.00 tetapi aku belum sampai di kampus. Perkuliahan akan di mulai satu jam dari sekarang.
‘seandainya aku berangkat bareng Rian ngga akan kaya gini kejadiaannya’ udah lah Rin, kenapa jadi keingetan Rian, belum tentu Rian inget sama gue. Ufhhhhhhhh….!!!
“macet banget ya, biasa nya ngga seperti ini?” ujar Desta
“biasa Des, orang penting lewat jadi macet!!”
“telat nih gue, ngga masuk kelas pagi deh, fyuh!!!” lanjut Desta dengan nada yang menjengkelkan.
Aku hanya tersenyum membalas ucapannya. Berkali – kali ku melihat jam berwarna putih bergambar mickey mouse yang tertempel di tangan kanan ku, wajah yang semraut, perasaan yang tak karuan, kegelisahan membuat ku malas melanjutkannya.
Satu jam setengah perjalanan lagi menuju kampus, baju yang basah di lumuri keringat, ‘perjuang menuju kesuksesan, tetap semangat, jangan ngeluh Rin’ hati ini berbicara.

***
            Aku selalu menanti suatu saat Rian datang menemuiku, tapi harapan ya hanya harapan yang tak pasti kapan datangnya. Aku ingin bertemu Rian yang dulu, ceria, penghibur, menolong ku ketika teman – teman yang lain mengejek ku.
“Na, kalau sudah besar nanti kita pacaran ya, janji ya sama aku.” Ketika ku mengingat perkataan itu, sedih rasanya, hanya angan – angan sewaktu kecil seandainya waktu dapat ku ulang kembali, kalau akhirnya menjauh seperti ini, aku ingin menjadi anak kecil yang tak tau apa – apa, bermain, bermain, dan bermain yang di pahaminya, tak usah repot – repot membahas tentang cinta bila orang yang kita cintai hanya ada sewaktu kecil.
“Na..akhir – akhir ini mama lihat kamu murung ada apa, cerita sama mama? Selain menjadi orang tua, mama ini sahabat yang selalu mendengarkan curhatan sahabatnya.!” Wanita cantik yang mengurus ku dari kecil sampai sekarang itulah mama ku.
“Mah, kenapa ya Rian berubah sikapnya ke aku? Ada yang salah dari aku? Atau dia sudah punya pacar? Kalau pun punya pacar, memang hanya berteman dilarang!!” jawab ku sambil bersender di bahu mama
Mama mulai menjawab satu per satu pertanyaan ku tadi
“hmm…mungkin Rian sibuk Na, tidak ada yang harus di salah kan, kamu dekat dengan Rian sewaktu kecil, sekarang kalian sama – sama telah dewasa, kamu tidak usah cemas akan kehilangan sosok Rian, kalian hanya butuh waktu penyesuaian diri lagi, karna kalian sudah lama tak berbicara” lanjut mama
“tapi…mahhh!!! Kalau memang butuh penyesuaian diri sampai kapan, sudah sangat lama aku di buat seperti ini oleh nya…”
“kamu harus sabar, jika kalian berjodoh akan di persatukan kembali” jawab mama sambil mengusap – usap kepala ku.
            Malam yang bisu, bulan purnama muncul secara perlahan, angin yang berhembus menyadarkan ku dari lamunan panjang, Rian, masa depan, orang tua, pikiran ku semakin hari sudah tak karuan. Terbelenggu dengan nya, kegelisahan, keraguan, kebimbangan, amarah, persetan dengan cinta, cih!!! Tahik lah semua, aku benci semuanya, aku benci Rian yang tak jelas, tapi mengapa aku selalu ingin memikirkannya, selalu ingin di perhatikan oleh nya, Rian begitu dingin dengan ku, seolah aku tak pernah mengenal dirinya. Hanya coklat yang selalu bersama ku, dia buku diary ku sudah lama sekali aku tak pernah menyentuh nya.

Oktober 2007
 Kita sering bermain, makan bersama, sedih, senang, semua nya kita lalui bersama, tapi mengapa semuanya berbeda??? Ada dengan dia?? Apa yang salah dari ku??? Aku tak menginginkan semua ini terjadi seperti ini. Aku ingin Rian yang dulu, yang selalu menolong ku ketika kotak makan ku di ambil sewaktu TK, Rian yang menghibur ketika aku menangis, Rian yang selalu riang walaupun hatinya bersedih. Dimana Rian ku yang dulu??? Aku rindu Rian.

Tanpa ku sadari, setetes demi setetes air mata mulai berjatuhan membuat basah buku coklat ku. Ku ambil setumpuk buku dan diantara tumpukan buku ada sebuah album foto. Berdebu karna tak pernah ku sentuh album itu, perlahan ku membukanya, sehelai demi sehelai ku perjelas wajah manis Rian saat kecil. Tak mungkin bisa ku pungkiri hati ini, hati yang tak bisa jauh dari mu, hati yang selalu merindukan mu.
***
            1 tahun telah berlalu, sampai saat ini aku dan Rian tak pernah bertemu kembali. Seperti air yang terus mengalir, ku lanjutkan hidup, jalan terus tanpa menengok ke belakang. Matahari sore menyinari ku yang sedang duduk mengahadap komputer, sudah lama aku tak buka media sosial facebook, ”gumamku dalam hati”. Pemberitahuannya sangat banyak, pesan dan permintaan teman pun juga banyak, maklum lah sudah hampir 1 tahun aku tak membukanya. Satu persatu pesan dan pemberitahuan ku buka, tak ada satu pun pengirim dari Rian A itu nama sebutannya Rian di facebook. Rian A lalu ku search, tak ada nama tersebut, atau Rian sudah memblokir nama ku? Tapi untuk apa Rian memblokir nama ku?. Aku semakin penasaran, ku pinjam facebook kak Novi untuk melihat Rian. Ternyata benar Rian sudah memblokir nama ku, ka Novi saja tidak di blokir dengannya, Rian tidak berubah wajahnya, ingin ku mengapai wajahnya sebentar saja, perlahan ku lihat koleksi foto Rian ada foto Rian dengan seorang gadis cantik berambut panjang, tinggi, putih dan alis tebal seperti itu wanita yang di idamkan Rian. Kekasih nya Rian??? Apa karena itu dia jadi menjauh dari ku?
            Dret...drett...drett...dreet
Handphone ku bergetar
”happy birthday Rina” Rian
Aku terkejut melihat pengirim pesannya Rian,
”makasih Rian, kamu kemana aja ngga pernah ada kabarnya Rian? Aku kangen ingin seperti dulu” aku membalas dengan hati berharap Rian akan membalasnya kembali.
Mata ku mengarah ke handphone, 3 jam aku menunggu Rian membalas. Rian menelepon ku.
Kring...kring...kring...
Hallo Rian, kamu kemana aja, aku kangen.
Rin, aku sudah tunangan dan bulan depan akan menikah, lupakan aku.
Tut...tut...tut..tut...tut...tut...tut...tut...
Handphone lepas dari genggaman ku, bulir – bulir air mata mulai berjatuhan, tak kuasa membendungnya lagi, ku berlari keluar terus berlari, TINNNNNNNNNN sebuah mobil mengklasoni ku, ”woy...kalau mau mati jangan bunuh diri di jalan, ganggu pengemudi lain” teriakkan dari dalam mobil. Ku terus berlari mengabaikan apapun yang ku dengar.
Hu...hu...hu..hu...hu...hu...hu...hu...hu...hu...hu...hu, nafas yang tak beraturan, air keringat bercucuran.
Semenjak saat itu, aku hanya terdiam. Aku menyadari, aku benar – benar mencintai Rian, sungguh aku mencintai Rian. Angin menemaniku sore ini, selintas bayangan Rian menghantui pikiran yang kacau.
Tok...tok..tok
”Boleh kk masuk na”. Suara yang berasal dari balik pintu
”Ma...suk aja k..a”. Teriak ku dengan suara terbatah batah
”Kamu kenapa, kk lihat akhir-akhir ini melamun terus, tentang Rian?” Kata ka novi sambil mengusap rambut ku
”Beberapa hari yang lalu tepat pada hari ulang tahun ku, Rian mengucapakan happy birthday, lalu..........” pembicaraan berhenti, hanya air mata yang mampu ku uraikan dengan ka Novi. ”lalu Rian bilang dia sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah” sekejap ka Novi memelukku sangat erat.
***

23 Juni 2012 tepat hari ini pernikahan ku di laksanakan, 4 tahun sudah melupakan Rian. Kini aku mempunyai kehidupan yang baru, yang akan ku rajut hingga akhir hayat. Bahagia, tertawa, ceria, tersenyum terpancar dari wajah ke dua orang tua ku. Ku tak ingin hanya sampai saat ini melihat kebahagiaannya, melainkan sampai nanti ke dua orang tua ku menimang cucu saat lahir. Dari arah kaca, ku merasa ada yang diam – diam sembunyi memandangi sejak tadi, mata mengarah ke sebuah jendela berharap Rian datang,
”Wati... sedang apa di sini? Kenapa tidak masuk ke dalam rumah?” kata ku kaget melihat Wati yang sejak tadi sembunyi memandangi ku.
”maaf ka, aku hanya ingin ngasih sesuatu untuk kk” lalu wati menyodorkan amplop berwarna putih
”ini dari ka Rian, dia bilang surat nya di berikan saat kk sudah mempunyai kehidupan yang baru, ka Rian tidak ingin melihat kk menangis semuanya akan terjawab setelah kk membaca semuanya, aku pamit pulang dulu ka” aku memeluk Wati dan berucap ”terima kasih, aku mencintai Rian”.
Perlahan ku membuka amlop putih, terdapat foto ku saat bersama Rian waktu kecil dan selembar kertas biru.

 Untuk : Rina
Saat ini aku sudah merasa bahagia, malihat kamu tersenyum, tertawa dengan kebahagiaan yang kamu rasakan saat ini, walaupun aku melihatmu dari jauh tapi aku bisa merasakan kebahagian. Maafkan jika selama ini aku membuat hati kamu bimbang, gelisah, cemas, marah, kesal, kecewa semua ini aku lakukan agar kamu mampu melupakan aku dan impian di masa kecil. Sudah lama aku menderita kanker otak stadium 4, kemungkinan aku hidup kecil, itu yang di sampaikan dokter. Apa yang di harapkan dari lelaki penyakitan seperti ku ini, lebih baik aku melihat kamu marah dari pada menangisi kepergianku. Walaupun ragaku menjauh, tapi hatiku dekat denganmu.
                                                                                   
Rian


***












Senin, 03 September 2012


TAK HENTI

Hujan lebat membasahi bahu jalan, membuat keriput kulit ku, air tergenang di mana – mana, air selokan meluap naik ke bahu jalan. Saat itu aku ingin menuju rumah sehabis pulang sekolah , handphone ku bergetar
Dret....dret...dret....dret....
Perlahan ku membuka resleting tas, memencet tombol pembuka kunci membaca message.
“tari, nanti malam jam 7 kerumah ya, hri ini aku ultah ksh tau yg lain jga.thanks”
Ku masukkan kembali handphone ke dalam tas tanpa membalas sms, melanjutkan jalan yang sudah setengah basah.
            Setibanya di rumah, ku mengetuk pintu melepas sepatu dan kaos kaki yang harum baunya. Rumah kosong,
“kakak” aku berteriak memanggil
“mama” berulang ku memanggil
Tak ada jawaban. Ku buka pintu kamar, menaruh tas, ganti pakaian, melemparkan tubuh di atas kasur empuk, menatap langit – langit atap, perlahan mataku merapat hingga ku tertidur lelap.
***
            Kring....kring...kring...kring
Aku terbangun dengan suara handphone yang membesar.
“halo” menyapa dengan setengah sadar
“ade, tadi di sms Ayu, dia ulang tahun hari ini” Mas Agil berbicara
“iya, nanti malam acaranya jam 7, kasih tau yang lain mas pulsa ade abis”
“yaudah, bangun de udah sore”seru Mas Agil
“iya ade bangun”
“yaudah ya de” Mas Agil mengakhiri telponnya.
Ku mencoba menyadarkan diri, bercermin lalu mengambil handuk, bergegas mandi karna jam sudah menunjukkan pukul 17.30
***
            Ku memakai baju ala kadarnya, bersolek di depan cermin, memakai parfum.
Dret...dret....dret...dret...
Handphone ku bergetar
“de, dmn km? Mas Doni sama Mas Agil udah dirumah nya aden nh” pesan dari Mas Doni.
“tungguin, sebentar lagi aku ke sana” bergegas ku membalas sms nya
Lalu ku berpamitan sama mama
“mama, Tari kerumah Ayu sama yang lain hari ini dia ulang tahun” sambil mencium tangan mama.”yaudah, jangan pulang larut malam ya” mama menjawab
“iya, mah” aku mengakhiri
  Di rumah Mas Aden sudah ramai.
“lama ya menuggu nya, maaf...maaf” canda sekejap
“udah ayo jalan” seru Mas Doni.

***
           
Happy birthday to you
            Happy birthday to you
            Happy birthday to you
       Bernyanyi bersama di depan pintu rumah Ayu sambil membawa sekotak kue yang berhiaskan lilin di atas nya. Ayu menghampiri lalu meniup beberapa batang lilin. “selamat ulang tahun Ayu, semoga menjadi yang labih baik” aku memberi selamat
Di susul dengan yang lainnya mengucapkan selamat.
“di cicipin hidangannya” mama Ayu menyuruh untuk makan
“ia.....bu nanti saja” seru Mas Aden
“akh...lo Den, bilang aja lo laper” sambut Mas Doni
“hahahahahahahahahahahah” semua tertawa
Setelah selesai makan, aku berfoto - foto dengan yang lain, cerita, tertawa bersama. Selintas Mas Doni memperhatikan gerak – gerik ku seolah memberi tanda, tapi mana mungkin ia memperhatikan ku itu hanya persaan ku saja. Jam sudah menunjukkan pukul 23.00, “Mas, pulang yu udah malam nih” bisikku ke telinga mas Agil“yaudah, pamitan dulu sama Ayu dan keluarganya” jawab mas Agil.
“ibu, bapak terima kasih atas jamuannya, maaf jika merepotkan” kata Mas Agil sambil mencium tangan ke dua orang tua Ayu, lalu yang lain juga berpamitan.

***
            Sampai di rumah, membuka kran air mencuci kaki. Masuk kamar, melepas baju menggantinya dengan baju tidur. Ku ambil handphone mengecek saldo pulsa, bonus nya masih banyak, ku gunakan mengirim sepata, dua patah kata selamat malam ke semua nomer yang tersimpan di kontak handphone ku.
Dret...dret...dret....dret...
Seperti nya ada yang membalas pesan ku.
“met malam juga dee sayang, met bobo ya”
Pesan dari Mas Doni, ku pikir ngga ada yang membalas, iseng aja ngabisin bonus pulsa.
“ia...Mas, tapi sayang nya dee belum ngantuk tuh.hehehe”
“sama, Mas juga belum ngantuk de, lagi apa dee?” Mas Doni membalasnya.
Smsan pun berlanjut hingga larut malam.

***
            Hoammmmm..... ku mengulet menghembuskan nafas.
Sudah pagi, ku buka jendela menghirup udara segar. Ku tersenyum bercermin mengingat kejadian tadi malam, aku ngga nyangka Mas Doni membalas pesan ku dan berlanjut membicarakan hal lain, hmm...semoga aja pertanda baik.
“Tari, ayo cepat bangun hari ini mau ke Bintaro” mama berteriak dari balik pintu kamar ku. ”ia, mah aku sudah bangun baru mau mandi” kata ku berteriak sambil mengambil handuk.                                                           
            Perjalanan penuh dengan mobil – mobil mewah, asap – asap mobil membuat polusi tersebar di mana – mana.
Dret...dret...dret...dret...
“dee...lagi ngapain? Udah mam blm?” pesan dari Mas Doni
“dee lagi di jalan Mas mau ke bintaro sama keluarga, belum mam nih Mas.ufh. macet banget nih di jalan”
Cukup lama aku smsan dengannya, dia menemani ku hingga sampai di rumah nenek.
            Pukul 12.00 waktu nya makan siang pantas saja cacing – cacing di perut ku sudah bernyanyi, ku ambil secentong nasi beserta lauk pauk nya yang sudah tersedia di atas meja makan. Kumpul bersama keluarga membuat aku melupakan semua kekesalan, kegundahan menghilangkan letih dan rasa cape selama seminggu aktivitas. Tertawa, canda riang, foto – foto bersama. Senang nya hari ini, merasakan kehangatan yang sudah lama tak kurasa.
***
             Waktu terus berputar, hari berganti, pagi menjadi siang. Sore menjadi malam. Seperti itulah alur hubungan ku dengan Doni. Seperti air mengalir yang tak tau mengarah ke mana dan berhenti di mana. Aku tumpah kan semua pertanyaan – pertanyaan di kepala ku melalui si coklat, buku diary ku yang selalu setia menemani.
 
   November 2009

Hari ini aku bertemu dengan nya, senang rasa nya bertemu dengan mu, walaupun sampai saat ini aku tak tau perasaan apa yang di timbul di hati ku. Aku selalu merasa nyaman di samping nya, aku selalu merasa di lindungi, perasaan ini berbeda ketika aku dekat dengan Riko dia adalah pacar ku, tetapi hubungan ku dengannya tidak berjalan lama, karna seperti yang ku katakan perasaan ini tak senyaman dengan Doni. Seandainya Doni tahu bahwa aku mencintainya.
aduh udah tari, malam – malam mengkhayal aja, ngga mungkin lah Doni jadi milik lo, kata hatiku berkata.
***
7 bulan sudah hubungan ku dengan Doni tanpa setatus yang tak pasti, kegelisahan, kebingungan, kebimbangan, keraguan, marah, ingin ku berteriak, ingin ku lari dari semunya, sampai kapan aku merasakan seperti ini, menginginkan tapi tak di inginkan. Perasaan apa yang sebenarnya aku rasakan, teman, kk, atau pacar??? Ingin ku bertanya semua keraguan kepadanya hingga ku mendapatkan jawaban pasti, apa daya jika berhadapan langsung dengannya, bibir ku tak sanggup berucap diam seribu bahasa.
Aku mendengar kabar kalau Doni berpisah dengan kekasihnya, entah permasalahan apa yang mambuat mereka berpisah, tapi mengapa aku sedih ketika mendengar semuanya dari orang lain, bukan Doni yang menceritakan langsung kepada ku, mungkin karna aku orang awam yang tiba – tiba hadir di kehidupannya. Kenapa aku jadi kepikiran hal itu terus, ngga ada untung memikirkan itu, kalau ujungnya hanya membuat aku menangis. Selembar kertas dan sebuah pulpen aku ambil,


Aku adalah orang awam
Yang hadir di dalam kehidupannya
Tidak di minta maupun meminta datang
Seperti air yang mengalir
Ku tlah jatuh ke pelukkannya
Saat terbangun, perih
Sangat perih
Terobati, tapi tak kunjung sembuh
Tak adil buat ku harus seperti ini.
                April 2010

***

Baris demi baris, kata demi kata, bait demi bait ku hanya mampu mengutarakan semuanya melalui selembar kertas.

Jika cinta harus datang,
maka terimalah
Jika cinta harus pergi,
maka ikhlaskanlah
Jika cinta butuh bukti,
maka berkorbanlah
Jika cinta itu buta,
maka berobatlah
Jika cinta itu suci,
maka jagalah
Jika cinta itu indah,
maka simpanlah
Dan jika cinta itu abadi,
maka ingatlah selalu bahwa tiada yang bisa di tipu.
                                            April 2010

Tak mungkin bisa ku pungkirihati ini
Hati yang tak bisa jauh dari mu
Hati yang tak bisa lepas dari mu
Hati yang tak bisa hilang dari mu
Hati yang selalu ingin bersamamu selalu
Apa daya semua itu tak dapat terwujud saat ini.
                                        April 2010

Di sini aku bertahan
Bertahan dari kobaran api
Bertahan dari derasnya hujan
Bertahan dari panasnya matahari
Bertahan melawan semuanya
Walau ku tak tau apa yang kau mau
                                Mei 2010

***
            Hari terus bergulir, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, kau datang tiba- tiba lalu pergi begitu saja, aku butuh penjelasan dari perlakuan, sikap mu ke aku. Aku bukan barang habis pakai lalu di buang, aku bukan boneka yang di main kan kapan saja oleh pemiliknya, aku wanita yang menginginkan ketulusan dari hati mu, aku tak ingin menjadi pelampiasan amarahmu, kekecewaan mu, kesepian mu. 1 tahun sudah aku menunggu kepastian darinya, bila memang ku tak di ingin kan, ku akan menjauh bahkan aku akan pergi dari kehidupannya.
            Air mata yang ku bendung mengalir sangat deras, aku bodoh mengharapkan yang tak pasti, aku munafik bilang mau ya mau, kalau ngga ya ngga, aku terlalu berharap lebih dari nya, namun mengapa perlakuan mu dengan ku seperti malaikat, perhatianmu, sikap mu itu apa namanya. Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh aku berteriak sekencang mungkin, seketika berdiam, mengusap air mata yang tak habis mengalir.
Dret...dret...dret  handphone ku bergetar, rupanya ada sms
Dee lg ngapain?main keluar dong,aku lagi sama Aden dan Mas Agil. Sms dari Doni  
Iya..nanti aku keluar.
Aku menghampiri mereka sedang asyik membicarakan liburan, dee..liburan sekarang enaknya kemana ya?tanya Mas Agil kepada ku, gimana kalau kita ke pulau tidung, pasti seru, aku menjawab. Serentak Mas Doni, Mas Aden, Mas Agil berteriak setuju hahahahahahahahaha.

***
            Minggu pagi yang sejuk, aku dan yang lainnya sudah siap berangkat berlibur aduh aku udah ngga sabar nih mau menikmati laut, kata ku berbicara sendiri. Di dalam perjalanan kita bernyanyi, tertawa riang penuh canda seketika aku melihat Mas Doni tersenyum kepada ku, lalu aku membalas senyum itu. sekejap suasana di dalam mobil hening dan sunyi semua tertidur lelap hanya aku, Devi dan pak supir yang terbangun. Tiba nya di pelabuhan, kita turun dari mobil lalu menaiki kapal laut untuk menyebrangi laut.
            Tepat jam 14.00 kami tiba di resort tak jauh dari pantai, kita masuk ke kamar masing- masing, berberes, mandi. Aduh mba Tari aku udah ngga sabar mau ke pantai terus melihat sunset “Devi berbicara sambil memandang ke arah pantai”, yaudah cepetan beres – beres, terus makan baru maen ke pantai, lalu aku tersenyum mengakhiri pembicaraan.
Tok....tok....tok....tok...
Seseorang mengetuk pintu kamar ku,
Ayo cepetan kita mau makan nih, Mas Doni yang menggetuk.
Oke, aku tersenyum dengannya.
            Setelah selesai makan, aku dan yang lain berjalan menuju pantai. Bermain pasir, naik banana boot, berfoto – foto, tertawa bersama. Hilang semua beban yang ku rasa. Aku berjalan ke tepi pantai, tiba – tiba saja mas Doni mengagetkanku.
Doooooor, mau ngapain dee di sini?ngga main lagi sama yang lain?, ngga...ah mas aku cape mau istirahat sambil menunggu sunset, mas sendiri kenapa ngga main? Aku  bertanya. Mas mau nemenin kamu di sini. Lalu aku tersenyum, entah senyum bahagia, sedih atau biasa saja. Tampak sinar dari arah barat, eh mas liat deh mataharinya udah mulai tenggelam, ia...dee. aku dan mas Doni melihat sunset berdua, seketika mas Doni memegang tangan ku, ingin ku melepas gengam tangannya, tapi ku tak sanggup rasa berdebar hatiku, aku dan mas Doni bertatap muka, bibir ini bergetar ketika ku melontarkan kata AKU MENCINTAIMU.
            Tak terasa sudah seminggu aku berlibur, sejak kejadian sore itu aku dan mas Doni tak banyak bicara, hati ini tenang setelah ku menyatakannya tapi kenapa akhirnya jadi seperti ini? Aku dan mas Doni semakin menjauh, di perjalanan pulang aku hanya tersenyum dan diam. Dee...kenapa dari tadi diam aja?kamu sakit? Tanya Mas Aden, aku ngantuk mas mau tidur, aku menjawab lalu merapatkan mata.
Setibanya di rumah, mas makasih ya udah ngajak aku liburan senang deh kapan – kapan liburan lagi ya hehhehe, ia...sama – sama dee kamu istirahat ya jawab mas Agil sambil mengusap kepala ku, sepintas ku melihat mas Doni tersenyum lalu aku membalas senyuman itu.
***
            Sebulan sejak kepulangan dari pulau tidung aku tak pernah bertemu mas Doni, smsan pun tidak, entah dia yang mau menghindar dari ku atau mungkin karna aku yang jarang keluar rumah.
Dret...dret...dret...dret
Handphone ku bergetar,
Dee apa kabar? kok ngga pernah ngehubungin mas lagi kenapa? Hari ini kamu sibuk ngga? Mas mau ngajak kamu keluar sebentar. Pesan dari mas Doni
Bisa, mau keluar jam berapa?
Jam 4 sore. Jawab mas Doni
Assalam’mualaikum Tari, seseorang memanggil ku dari balik pagar.
Wa’alaikumsalam ia sebentar, aku menyahuti.
Mau kemana mas??tanya Tari, udah ikut aja.

***
           
Ada apa mas ajak aku keluar? Aku memulai berbicara
Aku kangen kamu, maafin aku kalau selama ini aku tak pernah berbicara lagi dengan kamu sejak kejadian sore itu di pulau tidung, aku hanya ingin memastikan perasaan apa yang aku rasakan ke kamu, aku ngga mau nantinya kamu kecewa. Ternyata kamu sangat berarti buat ku setelah aku jauh dari kamu, aku mencintaimu Tari. Doni menjelaskan semuanya, seketika aku terdiam, tak tau harus menjawab apa, harus bersikap bagaimana. Mas Doni memegang tangan ku, aku merasakan hal yang sama dengan kamu, tetapi kamu hadir tiba- tiba lalu pergi lagi, sekarang datang lagi nanti kamu pergi lagi aku bukan layangan mas yang bisa di tarik ulur benangnya. Setetes air mata jatuh ke tanah ketika pembicaraan ku terhenti.
Maafin aku Tar, aku sungguh mencintaimu, pegang detak jantung ku yang berdebar kencang hati ini tak akan bergetar jika tak ada sandaran hidupnya, berikan aku kesempatan sekali lagi untuk merubah semuanya. Mas Doni meyakinkan ku, sungguh dengan perkataan mu mas?aku meyakinkan diriku sendiri.
Mas Doni tersenyum lalu memeluk ku dengan erat, mencium kening ku. Di sepanjang perjalanan pulang mas Doni menggandeng tangan ku seakan tak ingin membiarkan ku pergi.
***
           
Kini hubungan ku dengan Doni sudah berjalan 5 tahun susah, senang, sedih rintangan telah kita lalui bersama. Beberapa baris puisi ku tulis

Kasih
Jadikan aku bidadari dalam kehidupan mu
Jadikan aku permaisuri mu
Jadikan aku pelipurlara dalam kesedihanmu
Jadikan aku wanita pembawa berkah
dalam setiap nafasmu
Jadikan aku yang terakhir untuk mu
Dan jadikan cintaku sebagai kebahagiaan untuk mu
                                                           
                                                                       

Aku yang tak henti mencintaimu